“Akhirnya kalian datang juga, Indah kau boleh keluar dulu”
“Siap bos”
“Faraz, memangnya ada hal penting apa?”
“Wah... Biru kau cantik sekali hari ini”
“Apa maksud kamu? Memang biasanya aku seperti ini!”
Saat Faraz dan Biru sedang berbincang-bincang di kelas, lewatlah Langit. Karena penasaran, Langit akhirnya menguping.
“Indah sini! Ikut aku menguping yuk?” Ajak Langit.
“Tapi, nanti Faraz marah?”
“Soal Faraz marah, itu biar jadi urusanku”
Indah pun menurut saja, akhirnya mereka menguping.
“Aku kagum padamu Biru!”
“Ayo bicara langsung, jangan main-main Faraz!”
“Baiklah, Biru aku mencintaimu”
“Apa?” Sontak Biru terkaget. Langit juga ikut terkaget dengan ucapan Faraz, tiba-tiba ia merasa takut akan kehilangan Biru, ia takut jika biru mencintainya juga. Kini Langit tersadar, ia mulai mencintai Biru, sahabatnya sendiri.
“Kau bercanda Faraz?”
“Aku tidak bercanda, apa kau mencintaiku? Apa kau mau menjadi pacarku?”
“Entahlah!”
“Ayolah Biru, ini adalah hari kita terakhir bertemu”
Langit benar-benar terkaget, ia hanya bisa berharap semoga Biru tidak menerimanya. Langit tampak begitu resah, ia benar-benar begitu takut kehilangan Biru.
“Maafkan aku Faraz, tapi aku tidak mencintaimu, aku tidak ingin menjadi pacarmu”
“Sungguh?”
“Iya Faraz, maafkan aku, ini sudah keputusanku!”
“Baiklah, maafkan aku Biru telah menyita waktumu!”
“Fa...Faraz..”
Faraz pergi meninggalkan kelas, ia begitu sangat kecewa dengan keputusan Biru, tapi apa daya? Itu sudah menjadi keputusannya.
“Kasihan Faraz!” Indah terlihat iba kepada Faraz yang baru saja meninggalkan kelas.
“Tapi itu memang sudah keputusan” Langit senang dengan keputusan Biru, tetapi ia sedikit berasa bersalah kepada Faraz.
Indah masuk kedalam kelas, tidak disangka apa yang terjadi, Indah menampar pipi kiri Biru. Karena tidak terima, Langit pun masuk kedalam kelas dan membalas tamparan Indah.
“Biru kau jahat! Lihat itu keputusanmu, Faraz pasti sangat kecewa, apa kamu tidak tahu? Dia begitu mencintaimu”
“Indah jangan salahkan Biru!” Lagi-lagi Langit membela Biru. Indah akhirnya meninggalkan kelas, ia pun sama seperti Faraz, sangat kecewa dengan keputusan Biru.
“Ayo kita pulang” Ajak Langit.
“Kau tidak marah?”
Akhirnya mereka berdua pulang. Jalan begitu sepi, suasana terasa hening, Langit pun mencoba mencairkan suasana.
“Biru kau mau ku gendong?”
“Kau tidak keberatan? Baiklah...”
Biru akhirnya di gendong oleh Langit. Kasihan Biru, ia tak menyangka perpisahan yang biasanya berakhir bahagia diiringi tangis haru, malah berakhir seperti ini, ia takut jika Faraz dan Indah membencinya dan tak ingin bertemu lagi. Namun, ia pun bahagia karena masih ada sahabat yang tidak membencinya yaitu Langit.
“Kau tidak boleh sedih”
“Terimakasih Langit, terimakasih untuk semuanya, semenjak kita masih kecil sampai remaja ini, kau mau menjadi sahabatku, kau selalu membantuku setiap ada masalah, seperti saat aku ingin memotong rambut panjangku untuk di jual ke mba Rahmi banci yang bekerja di Salon Pas, hanya untuk membeli obat yang cocok dengan penyakit ibu padahal uangnya tidak seberapa, kau marah dan kau memaksa agar keluargaku mau di bantu”
“Iya... aku juga”
“Kau juga membantuku mencari Ari, walaupun sampai saat ini Ari belum ditemukan juga”
“Ayah dan ibu kita itu sahabat, jadi, setiap ada masalah kita harus saling membantu”
“Terimakasih lagi Langit”
@@@
Rabu, 11 Mei 2011
Langganan:
Komentar (Atom)

